Jumat, 30 Maret 2012

Bye Kampret

Kampret adalah ketika kamu nunggu hujan ga reda juga, dan setelah akhirnya kamu memutuskan untuk basah-basahan, nyampe rumah hujan berhenti.

Kampret adalah kamu kepengen sweater lucu di online shop, tapi sok-sok hemat, dan akhirnya ketika kamu udah ga tahan pengen beli, sweaternya udah sold out.

Kampret adalah kamu udah berusaha keras, tapi ternyata tidak cukup keras untuk diakui oleh orang lain.

Kampret adalah kamu kerja keras bagai keras di Ibukota, sedang keluarga mu terpisah 12 jam berkereta.

Kampret adalah ketika kamu bangun pagi buka kamar mencium bau pesing dan menemukan pintu kamarmu dipipisin kucing kampung berbulu dekil.

Kampret adalah ketika kamu capek dan udah ngantuk, tapi ga bias tidur sebelum nulis tulisan kampret macam ini.

Banyak sekali kampret-kampret lain yang selalu akan berkeliaran di harimu. Tapi satu hal untuk kau tahu, kau hanya perlu mengambil nafas dalam-dalam tegakkan dagu dan berteriak dengan tatapan bengis pada kampret itu: aku tidak akan kalah olehmu!

Goodnite universe.

Selasa, 27 Maret 2012

It's a long boring story

Im not a good story teller. and hasil jepretanku payah. Tapi aku bertekad, hal tersebut tidak akan menghalangiku untuk nyampah dan membagi pengalaman2 tidak pentingku di sini. ngahahahha.. rasakan kau para pembaca blog ku yang tak seberapa ini.

Jadi critanya aku tadi abis baca blog orang soal pengalaman dia ke Pulau Tidung yang ga seberapa seru. Tanpa bermaksud pamer dan sok eksis, aku putuskan untuk share ceritaku ke Pulau Bira bulan Maret tahun lalu, karena emang perjalananku kemaren seru dan aku merasa seakan aku kaya pengalaman sepulangnya dari sana.

Bagaimana bisa sampai Bira?

Singkat cerita, tanpa pernah ketemuan dan bercanda sebagaimana layaknya, aku ngikut rombongan temennya temenku ke Pulau Seribu. Ga ada yang aku kenal sebelumnya, untungnya pergi sama pacar, hihihii.

Sempet Googling tentang Pulau Bira, dan dapet info kalau pulau tersebut tidak berpenghuni, jadi dari awal emang aku udah ga berharap banyak. Yang penting bisa pasang foto lagi snorkeling biar disangka gaul. ngahahahhaa..

Rombonganku yang dipimpin mas Riska ketemuan di dermaga Muara Angke jam 6 teng.

Btw, apa yang kalian bayangkan saat mendengar kata muara angke? Kalau aku sih dulu pertama denger dari filmnya Suzana. Jadi dalam benakku pasti Muara Angke tu tempat angker nan berhantu. But Im totally wrong, Muara Angke is worse, haha. Bayangin aja, untuk nyampe kedermaganya kita harus melewati pasar ikan yang bau dan digenangi air berwarna hitam. Yak, airnya hitam sodara-sodara, seperti kopi, yang membuat orang2 yang berlalu lalang semua memakai boots setinggi lutut. Jangan tanya baunya kayak apa ya. Dan baru aku tahu saat aku pulang, Muara Angke dikelilingi perkampungan nelayan yang bikin miris. Bukan hanya kumuh dan kotor, lingkungan di sana benar-benar tidak layak tinggal.

Sebenernya ada dua dermaga dari Jakarta yang menyediakan angkutan ke Kepulauan Seribu: Muara Angke dan Ancol. Bisa diperkirankan lah ya, yang di Ancol isinya kapal2 bageeuuss yang bahasa jawanya yatch. Di Muara Angke isinya kayak apa? ga usah ditanyain lah, pamali. Hahaha. Kalau diibaratkan ni, kapal di ancol itu kayak taksi silverbird, nah yang di Muara Angke itu, mmmhhhh,, kopaja! hahahaha.

Lanjut ke perjalanan„

Di Dermaga, karena banyak dari anggota rombongan yang belum saling mengenal, seperti yang diperkirakan, kami ketinggalan kapal dooooong. Harusnya kami naik kapal jurusan Pulau Kelapa (kayak angkot ye ada jurusannya, hehe), yang hanya tinggal setengah jam perjalanan dengan perahu ke Pulau Bira. Tapi apa daya, karena udah berangkat, terpaksa kami ngeteng ikut kapal ke Pulau Pramuka dulu. Dan karena waktu itu banyak kapal yang udah dibooking rombongan2 gitu, jadinya kami harus nyari sendiri kapal mana yang masih kosong dan mau menampung kami ber-dua puluh.

Err..benernya yang pusing nyari kapal mas Riska doang sih, aku sih cuma ngikut aja di belakang, loncat dari satu kapal ke kapal lainnya (baca: ditolak dari satu kapal ke kapal lainnya). Tapi pengalaman ini cukup seru, membuatku merasa berada di film laga memerankan gadis montok dan seksi loncat2 di deretan yacth dikejar penjahat. Yah sayangnya itu di Muara Angke, jadi kalian bisa bayangkan seperti apa adegan sebenarnya.

Tiba di kapal, rombongan kami nangkring di dek paling atas. Ehm, cuma ada dua dek sih, atas dan bawah, hehe. Berangkat jam 7 lewat, cuaca sudah ga bersahabat (it rhymes! yesss,,). Ditungguin eh bukannya reda tapi malah makin deres. Jadi ni ceritanya kami terombang ambing di lautan, plus karena duduk di dek atas basah kuyup deh. Hahaha bener-bener pengalaman kena badai paling seru!! Ya karena baru sekali juga ngerasain badai sih. hihi. Sayang banget pengalaman epic ini ga ada dokumentasinya, karena masing-masing pada sibuk sendiri, ada yang sibuk mengamankan gadgetnya dari air hujan, ada yang sibuk jerit2 biar keliatan imut, ada yang diem aja di pojok nahan mabok, nah tapi ada juga lho yang bisa tidur ga peduli badai ga peduli bawaannya basah. hahahaha.

Perjalanan ke Pulau Pramuka harusnya cuma 2 jam aja. Tapi si badai membuat kami baru sampai sekitar pukul setengah 12. Aku sampai takjub, kok bisa aku ga muntah setelah kurang lebih 4 jam berasa maen kora2 di kapal. Kami sedikit bernafas lega begitu nginjek tanah di Pulau Pramuka. Tapi ternyata penderitaan belum berakhir sodarah sebangsah setanah air. Belum selesai makan siang, kami udah dijemput untuk segera capcus ke Pulau Bira. Dengan. Kapal. Yang. Lebih. Kecil. Lebih tepat disebut perahu.

Kyaaa..makin kerasa lah itu kalau kena ombak dikit aja. Padahal ombaknya masih buanyaak dan lumayan gede-gedeee. Hujan juga masih deres aja. Tapi alhamdulillah setelah dua jam (padahal kalau ga badai cuma butuh sejam) nyampe juga di Pulau Bira.

Dan aku langsung jatuh cinta dengan Bira!

Secara ya ga pernah kemana-mana, liat pantai paling pol seputaran Jogja. Begitu ketemu garis pantai berpasir putih, dermaga yang dasarnya keliatan karangnya, dan laut dimana-mana..kyaaaa...langsung deh ga sabar pengen nyemplung! Jadi begitu naroh barang dan sholat kilat, langsung deh balik ke kapal lagi jalan nyari spot snorkling.

Peralatan snorkle semua disediain sama Pak (sebut saja) Rahmat atau Mamat gitu, orang pulau Kelapa yang "megang" Bira. Dan aku baru tau, ternyata temen-temen rombongan ini udah orang yang biasa snorkling dan nge-trip kemana-mana, bahkan ada yang punya sertifikat diver segala. Malu deh eike cyiiin.

Jadi, emang ga seperti kalau nginep di Pulau Tidung atau Pulau Pramuka, di Pulau Bira ini ga ada yang namanya sepedah-sepdahan. Ga ada sepeda, dan ga ada jalannya, hahahaha. Jalan setapak yang mengelilingi pulau mulai ditumbuhi semak belukar, ga bisa dilewatin sepeda, kalau mau sih jalan kaki. Tapi karena emang dasar rombonganku ini udah para diver dan backpacker berpengalaman, jadi tujuan ke sana emang snorkling dan nyelem-nyelem dikit. Pak Rahmat dan timnya udah apal bener daerah sono, selama dua hari full kami dibawa ke spot-spot diving yang, emhhh apa ya kata yang tepat, pokoknya wookkeee biyanget. Ada yang ke pulau gundul, jadi cuma gundukan pasir doang yang keliatan kalau lagi surut, ke pulau kecil tak berpenghuni, ke pulau agak gede yang tak berpenghuni, lewat pulau-nya punya Surya Paloh, ah macem2 deh pokoknya.

Biar afdol, aku tempelin poto2 selama di sana nih:


I must be the happiest girl in the world. Cuih.


rame-rame


Panda mengambang. :P


happiness






Kebahagiaan di Pulau Bira ini begitu sempurna (Masya Allah bahasanya..hahahah), kalau saja...
Kalau saja cottage-nya ga spookyyyyy....
Jadi seperti udah dibilang di awal, Bira ini pulau tidak berpenghuni. Dari sisa-sisa artifak yang tertinggal disana, diketahuilah bahwa dulunya pernah berdiri resort mewah lengkap dengan kolam renang dan lapangan golf. Cuma ya kondisinya sekarang mengenaskan, kolam renang udah jadi kolam ikan, lapangan golf kembali jadi hutan, dan dari sekian cottage yang ada yang masih bisa kepake ga lebih dari 5.

Dan saat gelap tibaaaa...kyaaa,,syereeemm,, Settingnya udah pas banget kayak di film-film horror. Kejebak di pulau bekas resort mewah, trus pas udah pada tidur ada psikopat yang ngejar bunuh orang satu-satu. Kyaaaa (jerit-jerit imut)... Hahahahahha.

Namun ternyata, sampai pagi ga ada kejadian apa2. Kayaknya juga kalau ada demit yang mau godain ga bakalan ada yang bangun. Semua pada tidur kayak mayat, eh enggak ada mayat yang ngorok ding, hihihihi. Udah mah abis melewati badai, berenang sesorean, dan maen kartu sampai lewat tengah malam, kayaknya ga ada yang ga pules tidurnya. Capek sih, buangeettt, tapi seruuuu.. ga liat tu di poto semua ketawa. :D



Itu foto terkahir sebelum kami meninggalkan Bira menuju Pulau Pramuka. Ajib kan? kan? kan?
hahahaha. Itu belakang cottage udah langsung hutan belukan yang kalau malem spooky abis. Nah yang kursi depan cottage itu tempat kami makan. Seruuu kaaannn,,, Dua hari kalau makan rame2 terus di pinggir pantai gitu, ih beneran deh, surgaaaa.


Apalagi ya yang belum diceritain. Kalaupun ada, itu pengalaman spiritual pribadiku yang merasa bahwa laut selalu memanggilku, bahwa berenang dengan ikan-ikan merupakan apa yang seharusnya kulakukan. Ciyeeh, ngemengnyaaahhh. hahahahha.

Overall, meskipun perjalanannya penuh perjuangan, apa yang disuguhkan Pulau Bira ini totally worth it. Aku pengen segera balik kesana lagiiii....

I love fish.
I love coral.
I love white sand.
I love sea.
I love orange sunset.
I love adventure.
I love meeting new pals.
If you love them too, Bira is calling you!




Senin, 19 Maret 2012

Mandi Pagi 10 Gayung

Let me introduce you to my 3rd grade teacher.
Ibu guru ini sedikit random. Namanya Bu Yayuk, gue lupa nama panjangnya. Ke sekolah mengendarai vespa. Rambutnya jadul, potongan apa ga ngerti deh gue, pokoknya mirip-mirip rambut vokalis ABBA di video klip Dancing Queen. Itu video udah dari tahun kapan kan ya, nah si Ibu ini pake model rambut jaman jadul tersebut sampai sekarang. Beliau galak, gue pernah disemprot gara-gara ga ngerjain PR. Hahaha, kalau ini mah emang semua guru juga gitu yak.

Ini bukan blog gosip yang akan memperbincangkan serangkaian keanehan Ibu Yayuk sih. Jadi kita stop gunjingan pribadi si Ibu di sini.

Yang bikin gue nulis tentang Ibu Yayuk ini di blog, karena gue selalu keinget, di suatu siang yang spektakuler entah pas mata pelajaran apa - tau sendiri kan SD kampung mah jadwal suka-suka gurunya - Ibu itu mengajarkan ilmu praktis paling heboh abad ini: How to get shower in less than 10 gayung. Random banget kan??? Isi pelajaran siang itu, ya cuman ngitungin berapa minimal gayung yang bisa kita habiskan buat mandi irit air. Berikut penjelasannya:
- Satu gayung membasahi muka.
- Satu gayung membasahi badan dari sisi kanan.
- Satu gayung lagi untuk sisi kiri badan.
- Sabunan.
- Tiga gayung untuk membilas sabun.
- Satu gayung untuk lain-lain.

Pas menerima ilmu ini, gw berpikir keras ini guru ngemeng apa sih, ngapain ngajarin muridnya belajar mandi kurang dari 10 gayung, dikira kita kucing ga bisa mandi sendiri. Brilian, dari SD gw emang udah cukup jenius untuk men-judge ini ilmu paling tidak berguna yang pernah gue terima selama belajar di perguruan.

Anehnya, selama gue SMP, SMA, Kuliah, bahkan sampai sekarang, gue selalu keinget-inget memori ga berguna ini. Namun satu hal yang pasti, setelah 16 tahun berlalu, gue masih ga bisa nangkep apa maksud Ibu itu menjerumuskan murid-muridnya dengan ajaran "Mandi kurang dari 10 Gayung".

Somebody, please, let me know how to erase this useless memory. MIB maybe?

Sabtu, 18 Februari 2012

Dear Hayden

Jaman SMP dulu saya sempet tergila-gila sama aktor Kanada, Hayden Christensen, jauh sebelum dia dapat peran sebagai Anakin Skywalker yang melambungkan karirnya. Kenal pertama dari serial Higher Ground yang setia saya pantengin tiap Sabtu sore di SCTV. Buku diary saya penuh nama Hayden. Jadi ceritanya dulu saya suka banget menulis diary seolah-olah saya sedang curhat dengan Hayden. Entahlah kok saya bisa seaneh itu. hahaha.

Saya kangen Hayden siang ini. Dan tata yang berusia 14 tahun.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear Hayden,

Sudah lama aku tidak mengikuti kabarmu, aku sudah ga norak lagi sih. hahaha. it's been a long time ya. Meski pun dari dulu kamu cuma diem aja ga pernah nanya kabarku, aku tetep akan bercerita keadaanku terkini, as always. Banyak hal telah berubah, tapi sepertinya I still stay the same.

Aku sudah nggak berbagi kamar dengan adikku. Udah nggak perlu lagi naik ke gudang biar bisa curhat ke kamu tanpa diganggu. Aku punya kamar sendiri kini, dengan pintu coklat dan cat kuning pucat persis seperti kamar lamaku. Hanya saja kamar baru ini terpisah 512 km dari rumah.

Aah, aku jadi rindu rumah Hayden. Sekarang aku bangun sendiri, aku sudah nggak bisa lagi menggerutu padamu bagaimana ibuku membangunkan aku dengan menyebalkan. Atau bagaimana adikku selalu menyerobot kamar mandi tiap pagi. Aku ingin pulang bulan depan. Bagaimana denganmu? Kapan kamu mau balik ke Vancouver?

Hei Hayden,

Kamu masih ingat suatu malam aku nangis ke kamu saat pada final Piala Dunia Jerman kalah? Dan aku bilang padamu, aku kecewa pada sepak bola dan nggak mau nonton pertandingan bola lagi. Percayakah kamu, dalam 10 tahun ini aku benar-benar tak pernah menonton pertandingan bola dari awal sampai akhir. Hahaha.

Dan masihkah kamu ingat teman sekelasku dulu yang gendut dan nakal bernama Dedek? Aku sering menceritakan kenakalannya padamu. Percayakah kamu sekarang dia pacarku! hahahaha. I know how funny life could be.

There're more stories to share Hayden, but I have to go now. Aku benar2 kangen curhat sama kamu.

Rabu, 28 Desember 2011

Untitled



Desi Anwar once said that human has 3 fears.
Fear of death/pain.
Fear of failure.
Fear of rejection.

After read her words, I realized she was true. Absolute true.
We don't have to talk about the first fear beacuse I think everybody has a fear of death.

When I'm looking back my entire life, I see it as a monochorome journey. I did what other people think I shoul do. I know I could walk on my own path and try something new and different. If only I'm not too afraid of failing in life.

Then let me explain what fear of rejection is. I'm such an introvert girl. Deep inside my heart, i know i less sociable because im afraid of other's rejection. There are always gazillion "what if" when I try to get closer to someone. And my excuse is that I believe in natural chemistry and destiny. No, that's not how you make friend. You will have friends when you want and try to make ones.

-----

Last night I talked about these fears to a friend of mine. But instead of giving any solutions, she introduced me to two other fears: fear of loss and fear of lonelyness.
She quoted what Yoda ever said to young Anakin Skywalker, "The fear of loss is a path to the dark side." Well, in some point this quotes really nails me. But I think it's too personal to be shared in this blog. :D

And fear of lonelyness? Oh cmon, I know how hard you urban primitive had been struggled.

So, do you have any other fear?

-----

gambar dari sini

Kamis, 08 Desember 2011

The Sisterhood of The Travelling Headband


Dikisahkan di film The Sisterhood of The Travelling Pants, empat sahabat dengan ukuran tubuh dan sifat serta kisah hidup yang berlainan dipersatukan oleh celana jeans yang secara ajaib (dan sedikit mustahil) pas dikenakan oleh keempatnya. Hari demi hari dilewati bersama, dan seperti layaknya film remaja lain, kehidupan mereka diwarnai konflik2 labil.

Dibelahan bumi lain, ada juga empat gadis yang sudah hampir berumur seperempat abad tapi masih bertingkah seolah mereka remaja, sedang jalan-jalan labil di luar kota. Salah satu dari mereka dengan labilnya membeli sebuah headband berenda untuk anak-anak, dan langsung memakainya saat itu juga. Tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa headband tersebut membuat kepalanya pusing karena ukurannya kekecilan. Anehnya, ketiga temannya malah ikut mencoba headband kekecilan tersebut dan merasakan sendiri sensasi gatel dan peningnya.

dan inilah bukti kelabilan mereka:



sayang satu gadis sedang mengambil gambar ini sehingga tidak terekam.


Yang Tersisa dari Perjalanan ke Melaka


Salah satu highlight dari ceritanya backpacking ke Singapore dan Melaka kemaren adalah saat saya dan Dedek tersesat di Johor Bahru. Emang backpacking kurang lengkap tanpa kesasar, hahaha.

Long story short, abis naik bus dari Melaka di suatu siang yang mendung, kami tiba di Terminal Bus Larkin. Temen sekantor saya ada yang pernah ke Johor Bahru dari KL sebelumnya, dari dia saya dapat info kalau dari Larkin ke Terminal Ferry Stulang Laut bisa naik bus kota. Tapi agaknya saya salah tangkep. Kami muter-muter nyari bus yang dimaksud tidak jua kami temui. Nasi sudah menjadi bubur dan sayangnya kami ga punya suwiran ayam dan kecap manis.

Kami tanya ke calo tiket, dibilangnya naik taksi aja. Kami tanya Bapak berseragam keliatannya polisi, ternyata tukang parkir. Kami tanya mbak-mbak penjaga warung makan, disarankan naik taksi begitu melihat gaya kami yang sok tajir. Kami tanya ibu-ibu tukang sapu, ditunjukkin arah mushola. Errrr, emang nanya dimana mau sholat sih. Intinya semua orang yang kami tanya menyarankan untuk naik taksi aja dari Larkin ke Stulang Laut. Pas kita tanya ke tempat antri taksi, si petugas matok harga RM 30. Kita sih sebenernya punya duit segitu doang, tapi mana asik backpacker kok naik taksi. Terlalu mewah mudah untuk kami. Disamping kalau dipaksain kayaknya kami terancam ga bisa makan siang mengingat duit yang mepet. (Fiuh akhirnya ngaku juga kalau kantong tipis) hehehehe.

Kami mangap-mangap bentar di terminal, menyesali kenapa sebelum berangkat ga baca buku panduan dan browsing blog dengan seksama. Kini mau terkoneksi dengan internet pun mustahil, tak ada wi-fi dan pulsa kartu SIM perdana udah diabisin di jalan buat pamer ke orang rumah lagi di Malaysia. Tapi entah dari mana asalnya, saya masih percaya ada bus dari Larkin yang bisa mengantarkan kami ke Stulang laut.

Akhirnya, karena merasa ga punya duit, kami datengin bus paling buluk di terminal, berharap kondisi bus yang rombeng berbanding lurus dengan tarifnya. Begitu kamu masuk, saya hampir mau ketawa lihat supirnya: bapak-bapak Chinese dengan alis tebel mirip sinchan. Sumpah mirip sinchan. Tampangnya sangar dan tidak ramah, tapi ternyata Pak Sinchan ini baik sekali. Dia menjelaskan kalau tidak ada bus dari Larkin langsung ke Stulang laut, kami harus naik bus ke kota dulu lalu ganti bus nomor 123 jurusan ke pelabuhan. Fiuuhh, legaaa banget rasanya nemu titik cerah.

Eit tunggu dulu, kebaikan hati Pak Sinchan tak cuma sampai di situ. Setelah sampai di terminal kota, si bapak sampai turun bus dan nunjukin kami bus mana yang harus naikin, dia bilang ke driver bus nomor 123 ini kalau kami musafir yang tidak tau daerah sini jadi minta ditujukin dimana harus turun. Terharu deh. Kayaknya ucapan terima kasih kami tak cukup untuk membalas kebaikan budi Pak Sinchan. Ingin rasanya saya kasih coklat yang kami beli di Melaka, tapi saya pun ingin mencicipinya jadi saya urungkan niat mulia itu.

Keberuntungan kami belum berhenti, saat tanya ongkos di bus nomor 123, si driver nyebut RM 2, 60 sen. Sedikit gugup karena di belakang kami udah banyak yang ngantri, saya nyemplungin dua keping 20 sen duluan ke kotak amal uang. Dan ternyata, Jeng Jeng Jeng Jeng... Kami ga punya duit receh lagi. Hehe. Kami keluarin lembaran RM 10, tapi bapaknya bilang tidak usah bayar. Yes!! Allah menunjukkan kebesaranNya, tau aja orang ga punya duit.

Pesan Moral yang bisa dipetik:

Saya suka jalan-jalan ke Malaysiaaaa...

*salahfokus

Versi seriusnya, saya ngerasa bersyukur banget di negeri antah berantah masih ada orang baik yang nolongin kami. Kebaikan itu bahasa universal. Pulang dari liburan saya berjanji pada diri sendiri untuk lebih banyak berbuat kebajikan di muka bumi. Saya percaya kita menuai apa yang kita tanam.

Balik ke kantor, saya melihat pekerjaan sebagai sekretaris sebagai ladang untuk berbuat baik ke lebih banyak orang. Sayang hanya bertahan tiga hari.

Satu lagi,

Malaysia benar-benar tidak seburuk yang saya dengar. Saya dulu juga termasuk dalam golongan berpandangan sempit yang membenci Malaysia secara membabi buta. Tapi setelah ke sana, saya merasa kita seperti saudara. Saya lupa apa yang membuat kita saling menyerang. Dibanding Singapura, Malaysia a waaay warmer and homey.


gambar diambil dari sini