Kamis, 19 Juli 2012

Criminal Mind


What in My Mind

Pukul 9 malam tepat. Rue dan Tanya bergegas keluar kamar. Janjian dengan yang lain ketemu di di lobby pukul 9, artinya minimal mereka telat 3 menit. Kau tak ingin telat lebih dari itu kalau janjian dengan teman-teman kantor Rue dan Tanya yang bisa sangat nyinyir soal waktu. Kantor menugaskan 15 pagawai baru untuk mengikuti pelatihan menulis di hotel pinggir kota. Kau tak bisa mengharapkan mereka kembali ke kamar lalu membaca ulang hasil pelatihan seharian tadi kan. Jadi setelah pelatihan selesai pukul 8 malam, 9 pegawai yang masih lajang kembali ke kamar masing-masing untuk ganti baju dan janjian bertemu lagi di lobi pukul 9 untuk pergi ke klub yang tak jauh dari hotel.

Rue dan Tanya masih terdengar cekikikan di depan kamar mereka usai menutup pintu, entah apa yang mereka bicarakan . Kamar itu hampir terletak di ujung lorong sayap timur hotel, hanya ada satu kamar lagi sebelum tangga darurat. Entah dimana letak kamar teman kantor mereka lain, sekarang musim liburan sekolah hotel ini hampir fully book, rombongan kantor mereka mendapat kamar-kamar terakhir yang  tersebar di berbagai lantai.

Sreett.

Rue reflek menoleh kearah sumber suara. Kamar paling ujung. Ada jeda sebelum Tanya menggerakkan kepalanya dengan malas mengikuti arah pandangan Rue. Seorang bapak setengah baya muncul di depan kamar. Tersenyum kepada mereka. Tanya tak tahu harus membalas senyum atau tidak, jadi dia segera memalingkan muka dan melanjutkan berjalan lurus menuju lift. Bapak tersebut berjalan ke arah yang sama dengan mereka. Mendadak suasana menjadi kaku, Rue dan Tanya sudah lupa apa yang tadi mereka tertawakan saat menutup pintu.

Hening. Hanya ada mereka bertiga di lorong.

“Keluar mencari angin adek-adek ini?” Tiba-tiba saja Bapak tersebut membuka percakapan dari belakang.

Tanya ingin segera mempercepat langkah. Dia tak suka berbicara pada orang asing yang tersenyum tiba-tiba, terlebih dia lelaki setengah baya. Tapi Rue rupanya bersikap lebih ramah. Dia menjawab pertanyaan dengan sopan. Bapak itu terus merepet. Rue berbasa-basi sepatah-sepatah. Ah, Tanya makin tidak nyaman. Lorong itu beraroma kayu yang baru dipernis, mengingatkannya pada gudang di rumah nenek. Dinding di lorong dilapisi kertas berwarna coklat muda, dengan karpet warna senada dan lampu kuning pucat, lorong ini menyedihkan. Suram. Tidak ada kesan mewah untuk hotel berbintang 4.

Suara siulan.

Bapak itu sekarang bersiul. Tanya makin tak suka lelaki ini. Juga suasana temaram, bau cat pernis, karpet coklat muda. Ia heran bagaimana Rue bisa tahan berbasa-basi. Kaku.

Tunggu.

Cuma ada suara siulan.

Rue sudah berhenti bicara. Kemana dia?

Menoleh atau tidak. Tanya ragu.

Ia tegang. Karpet lorong ini memang cukup tebal untuk menyamarkan derap sepatu flat Rue. Kemana gadis itu? Tak terdengar suara bass-nya sama sekali. Kenapa tak memberitahu jika kembali ke kamar? Tanya tidak suka ide dia berada berdua di lorong temaram bersama lelaki asing setengah baya.

Suara siulan semakin dekat.
Langkah Tanya semakin kaku.

“Aku tak suka ini. Aku akan menoleh. Harus.
Sekara..”

Brak.

Gelap.


Reality

Riris dan Tata cekikian sambil bergegas keluar dan menutup pintu kamar. Janjian di loby jam 9 dengan temen-temen lajang yang lain.

Bapak-bapak dari kamar ujung menutup pintu. Tersenyum pada mereka. Tapi mereka tak terlalu menghiraukan, terlalu bersemangat dengan apa yang menanti mereka di loby.

Bapak dari kamar ujung berjalan di belakang mereka sepanjang lorong.
Bapak itu membuka percakapan. Dijawab Riris ala kadarnya.

SI Bapak mulai putus asa memecahkan kaku di lorong yang sepi. Dia mulai bersiul. Tata tak suka.

Fyiuh, untung Arif, pacar Riris sudah berdiri di samping belokan menuju lift. Kamarnya memang terletak persis didepan belokan.

Ketiganya segera turun di loby. Menunggu yang lain. Lalu malam tersebut dihabiskan dengan karaoke bersama. Menyenangkan :D.

Bapak di kamar ujung lorong? Entahlah, siapa peduli. 

Rabu, 16 Mei 2012

A picture is worth a thousand words

Suatu sore yang galau di Bintaro, aku bete setangah mati. Jangan ditanya kenapa, biasalah anak 19 tahun masih suka mendramatisir keadaan. Intinya sore itu aku udah dress up, rapi jali siap nge-date. Lalu ga ada angin ga ada hujan, batal. Gitu aja.
Udah terlanjur dandan, males banget lah kalo melongo doang di kosan. Lalu, Aha! Ide busuk terlintas. Aku ga mau merana sendirian, aku punya dua teman sahabat untuk diajak merana bersama. Hahaha.
#merana 1
Aku sms si preman berbaju merah yang kosannya di belakang kosan aku. Aku seret dia ke kosan Mindil di seberang Jalan Bintaro Raya.
#merana 2
Aku paksa Mindil dress up juga nemenin aku. Hahaha. Dandan wangi pake baju rapi senada dengan baju aku, padahal cuma mau ke BP doang. hahahahah.
#merana 3
Tentu saja si preman kita tinggalin di ruang tamu, nunggu kita yang dandan ga selesai-selesai. Ha!
#merana 4
Mereka berdua aku ajak merana bersama aku di tempat makan favorit kami: PH HaHaHa, dengan menu yang ga pernah ganti karena cuma sanggup beli itu: Delight ber-4 buat dimakan bertiga, dengan akhir cerita seperti biasanya: aku dan mindil cuma makan sepotong2, dan si preman udah bilang kekenyangan di tengah makan tapi tetep kami paksa ngabisin seluruh menu.
#merana 5
Penderitaan si preman ga cuma sampai di situ, di akhir sesi sore merana ini kami paksa dia berpose sok imut seperti di foto, yang akhirnya menginspirasi Cherrybele sepertinya.


Di akhir hari, aku sudah tak ingat lagi kenapa aku merana sore tadi. Yang aku tahu, aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama sahabat-sahabatku. :)

Jumat, 30 Maret 2012

Bye Kampret

Kampret adalah ketika kamu nunggu hujan ga reda juga, dan setelah akhirnya kamu memutuskan untuk basah-basahan, nyampe rumah hujan berhenti.

Kampret adalah kamu kepengen sweater lucu di online shop, tapi sok-sok hemat, dan akhirnya ketika kamu udah ga tahan pengen beli, sweaternya udah sold out.

Kampret adalah kamu udah berusaha keras, tapi ternyata tidak cukup keras untuk diakui oleh orang lain.

Kampret adalah kamu kerja keras bagai keras di Ibukota, sedang keluarga mu terpisah 12 jam berkereta.

Kampret adalah ketika kamu bangun pagi buka kamar mencium bau pesing dan menemukan pintu kamarmu dipipisin kucing kampung berbulu dekil.

Kampret adalah ketika kamu capek dan udah ngantuk, tapi ga bias tidur sebelum nulis tulisan kampret macam ini.

Banyak sekali kampret-kampret lain yang selalu akan berkeliaran di harimu. Tapi satu hal untuk kau tahu, kau hanya perlu mengambil nafas dalam-dalam tegakkan dagu dan berteriak dengan tatapan bengis pada kampret itu: aku tidak akan kalah olehmu!

Goodnite universe.

Selasa, 27 Maret 2012

It's a long boring story

Im not a good story teller. and hasil jepretanku payah. Tapi aku bertekad, hal tersebut tidak akan menghalangiku untuk nyampah dan membagi pengalaman2 tidak pentingku di sini. ngahahahha.. rasakan kau para pembaca blog ku yang tak seberapa ini.

Jadi critanya aku tadi abis baca blog orang soal pengalaman dia ke Pulau Tidung yang ga seberapa seru. Tanpa bermaksud pamer dan sok eksis, aku putuskan untuk share ceritaku ke Pulau Bira bulan Maret tahun lalu, karena emang perjalananku kemaren seru dan aku merasa seakan aku kaya pengalaman sepulangnya dari sana.

Bagaimana bisa sampai Bira?

Singkat cerita, tanpa pernah ketemuan dan bercanda sebagaimana layaknya, aku ngikut rombongan temennya temenku ke Pulau Seribu. Ga ada yang aku kenal sebelumnya, untungnya pergi sama pacar, hihihii.

Sempet Googling tentang Pulau Bira, dan dapet info kalau pulau tersebut tidak berpenghuni, jadi dari awal emang aku udah ga berharap banyak. Yang penting bisa pasang foto lagi snorkeling biar disangka gaul. ngahahahhaa..

Rombonganku yang dipimpin mas Riska ketemuan di dermaga Muara Angke jam 6 teng.

Btw, apa yang kalian bayangkan saat mendengar kata muara angke? Kalau aku sih dulu pertama denger dari filmnya Suzana. Jadi dalam benakku pasti Muara Angke tu tempat angker nan berhantu. But Im totally wrong, Muara Angke is worse, haha. Bayangin aja, untuk nyampe kedermaganya kita harus melewati pasar ikan yang bau dan digenangi air berwarna hitam. Yak, airnya hitam sodara-sodara, seperti kopi, yang membuat orang2 yang berlalu lalang semua memakai boots setinggi lutut. Jangan tanya baunya kayak apa ya. Dan baru aku tahu saat aku pulang, Muara Angke dikelilingi perkampungan nelayan yang bikin miris. Bukan hanya kumuh dan kotor, lingkungan di sana benar-benar tidak layak tinggal.

Sebenernya ada dua dermaga dari Jakarta yang menyediakan angkutan ke Kepulauan Seribu: Muara Angke dan Ancol. Bisa diperkirankan lah ya, yang di Ancol isinya kapal2 bageeuuss yang bahasa jawanya yatch. Di Muara Angke isinya kayak apa? ga usah ditanyain lah, pamali. Hahaha. Kalau diibaratkan ni, kapal di ancol itu kayak taksi silverbird, nah yang di Muara Angke itu, mmmhhhh,, kopaja! hahahaha.

Lanjut ke perjalanan„

Di Dermaga, karena banyak dari anggota rombongan yang belum saling mengenal, seperti yang diperkirakan, kami ketinggalan kapal dooooong. Harusnya kami naik kapal jurusan Pulau Kelapa (kayak angkot ye ada jurusannya, hehe), yang hanya tinggal setengah jam perjalanan dengan perahu ke Pulau Bira. Tapi apa daya, karena udah berangkat, terpaksa kami ngeteng ikut kapal ke Pulau Pramuka dulu. Dan karena waktu itu banyak kapal yang udah dibooking rombongan2 gitu, jadinya kami harus nyari sendiri kapal mana yang masih kosong dan mau menampung kami ber-dua puluh.

Err..benernya yang pusing nyari kapal mas Riska doang sih, aku sih cuma ngikut aja di belakang, loncat dari satu kapal ke kapal lainnya (baca: ditolak dari satu kapal ke kapal lainnya). Tapi pengalaman ini cukup seru, membuatku merasa berada di film laga memerankan gadis montok dan seksi loncat2 di deretan yacth dikejar penjahat. Yah sayangnya itu di Muara Angke, jadi kalian bisa bayangkan seperti apa adegan sebenarnya.

Tiba di kapal, rombongan kami nangkring di dek paling atas. Ehm, cuma ada dua dek sih, atas dan bawah, hehe. Berangkat jam 7 lewat, cuaca sudah ga bersahabat (it rhymes! yesss,,). Ditungguin eh bukannya reda tapi malah makin deres. Jadi ni ceritanya kami terombang ambing di lautan, plus karena duduk di dek atas basah kuyup deh. Hahaha bener-bener pengalaman kena badai paling seru!! Ya karena baru sekali juga ngerasain badai sih. hihi. Sayang banget pengalaman epic ini ga ada dokumentasinya, karena masing-masing pada sibuk sendiri, ada yang sibuk mengamankan gadgetnya dari air hujan, ada yang sibuk jerit2 biar keliatan imut, ada yang diem aja di pojok nahan mabok, nah tapi ada juga lho yang bisa tidur ga peduli badai ga peduli bawaannya basah. hahahaha.

Perjalanan ke Pulau Pramuka harusnya cuma 2 jam aja. Tapi si badai membuat kami baru sampai sekitar pukul setengah 12. Aku sampai takjub, kok bisa aku ga muntah setelah kurang lebih 4 jam berasa maen kora2 di kapal. Kami sedikit bernafas lega begitu nginjek tanah di Pulau Pramuka. Tapi ternyata penderitaan belum berakhir sodarah sebangsah setanah air. Belum selesai makan siang, kami udah dijemput untuk segera capcus ke Pulau Bira. Dengan. Kapal. Yang. Lebih. Kecil. Lebih tepat disebut perahu.

Kyaaa..makin kerasa lah itu kalau kena ombak dikit aja. Padahal ombaknya masih buanyaak dan lumayan gede-gedeee. Hujan juga masih deres aja. Tapi alhamdulillah setelah dua jam (padahal kalau ga badai cuma butuh sejam) nyampe juga di Pulau Bira.

Dan aku langsung jatuh cinta dengan Bira!

Secara ya ga pernah kemana-mana, liat pantai paling pol seputaran Jogja. Begitu ketemu garis pantai berpasir putih, dermaga yang dasarnya keliatan karangnya, dan laut dimana-mana..kyaaaa...langsung deh ga sabar pengen nyemplung! Jadi begitu naroh barang dan sholat kilat, langsung deh balik ke kapal lagi jalan nyari spot snorkling.

Peralatan snorkle semua disediain sama Pak (sebut saja) Rahmat atau Mamat gitu, orang pulau Kelapa yang "megang" Bira. Dan aku baru tau, ternyata temen-temen rombongan ini udah orang yang biasa snorkling dan nge-trip kemana-mana, bahkan ada yang punya sertifikat diver segala. Malu deh eike cyiiin.

Jadi, emang ga seperti kalau nginep di Pulau Tidung atau Pulau Pramuka, di Pulau Bira ini ga ada yang namanya sepedah-sepdahan. Ga ada sepeda, dan ga ada jalannya, hahahaha. Jalan setapak yang mengelilingi pulau mulai ditumbuhi semak belukar, ga bisa dilewatin sepeda, kalau mau sih jalan kaki. Tapi karena emang dasar rombonganku ini udah para diver dan backpacker berpengalaman, jadi tujuan ke sana emang snorkling dan nyelem-nyelem dikit. Pak Rahmat dan timnya udah apal bener daerah sono, selama dua hari full kami dibawa ke spot-spot diving yang, emhhh apa ya kata yang tepat, pokoknya wookkeee biyanget. Ada yang ke pulau gundul, jadi cuma gundukan pasir doang yang keliatan kalau lagi surut, ke pulau kecil tak berpenghuni, ke pulau agak gede yang tak berpenghuni, lewat pulau-nya punya Surya Paloh, ah macem2 deh pokoknya.

Biar afdol, aku tempelin poto2 selama di sana nih:


I must be the happiest girl in the world. Cuih.


rame-rame


Panda mengambang. :P


happiness






Kebahagiaan di Pulau Bira ini begitu sempurna (Masya Allah bahasanya..hahahah), kalau saja...
Kalau saja cottage-nya ga spookyyyyy....
Jadi seperti udah dibilang di awal, Bira ini pulau tidak berpenghuni. Dari sisa-sisa artifak yang tertinggal disana, diketahuilah bahwa dulunya pernah berdiri resort mewah lengkap dengan kolam renang dan lapangan golf. Cuma ya kondisinya sekarang mengenaskan, kolam renang udah jadi kolam ikan, lapangan golf kembali jadi hutan, dan dari sekian cottage yang ada yang masih bisa kepake ga lebih dari 5.

Dan saat gelap tibaaaa...kyaaa,,syereeemm,, Settingnya udah pas banget kayak di film-film horror. Kejebak di pulau bekas resort mewah, trus pas udah pada tidur ada psikopat yang ngejar bunuh orang satu-satu. Kyaaaa (jerit-jerit imut)... Hahahahahha.

Namun ternyata, sampai pagi ga ada kejadian apa2. Kayaknya juga kalau ada demit yang mau godain ga bakalan ada yang bangun. Semua pada tidur kayak mayat, eh enggak ada mayat yang ngorok ding, hihihihi. Udah mah abis melewati badai, berenang sesorean, dan maen kartu sampai lewat tengah malam, kayaknya ga ada yang ga pules tidurnya. Capek sih, buangeettt, tapi seruuuu.. ga liat tu di poto semua ketawa. :D



Itu foto terkahir sebelum kami meninggalkan Bira menuju Pulau Pramuka. Ajib kan? kan? kan?
hahahaha. Itu belakang cottage udah langsung hutan belukan yang kalau malem spooky abis. Nah yang kursi depan cottage itu tempat kami makan. Seruuu kaaannn,,, Dua hari kalau makan rame2 terus di pinggir pantai gitu, ih beneran deh, surgaaaa.


Apalagi ya yang belum diceritain. Kalaupun ada, itu pengalaman spiritual pribadiku yang merasa bahwa laut selalu memanggilku, bahwa berenang dengan ikan-ikan merupakan apa yang seharusnya kulakukan. Ciyeeh, ngemengnyaaahhh. hahahahha.

Overall, meskipun perjalanannya penuh perjuangan, apa yang disuguhkan Pulau Bira ini totally worth it. Aku pengen segera balik kesana lagiiii....

I love fish.
I love coral.
I love white sand.
I love sea.
I love orange sunset.
I love adventure.
I love meeting new pals.
If you love them too, Bira is calling you!




Senin, 19 Maret 2012

Mandi Pagi 10 Gayung

Let me introduce you to my 3rd grade teacher.
Ibu guru ini sedikit random. Namanya Bu Yayuk, gue lupa nama panjangnya. Ke sekolah mengendarai vespa. Rambutnya jadul, potongan apa ga ngerti deh gue, pokoknya mirip-mirip rambut vokalis ABBA di video klip Dancing Queen. Itu video udah dari tahun kapan kan ya, nah si Ibu ini pake model rambut jaman jadul tersebut sampai sekarang. Beliau galak, gue pernah disemprot gara-gara ga ngerjain PR. Hahaha, kalau ini mah emang semua guru juga gitu yak.

Ini bukan blog gosip yang akan memperbincangkan serangkaian keanehan Ibu Yayuk sih. Jadi kita stop gunjingan pribadi si Ibu di sini.

Yang bikin gue nulis tentang Ibu Yayuk ini di blog, karena gue selalu keinget, di suatu siang yang spektakuler entah pas mata pelajaran apa - tau sendiri kan SD kampung mah jadwal suka-suka gurunya - Ibu itu mengajarkan ilmu praktis paling heboh abad ini: How to get shower in less than 10 gayung. Random banget kan??? Isi pelajaran siang itu, ya cuman ngitungin berapa minimal gayung yang bisa kita habiskan buat mandi irit air. Berikut penjelasannya:
- Satu gayung membasahi muka.
- Satu gayung membasahi badan dari sisi kanan.
- Satu gayung lagi untuk sisi kiri badan.
- Sabunan.
- Tiga gayung untuk membilas sabun.
- Satu gayung untuk lain-lain.

Pas menerima ilmu ini, gw berpikir keras ini guru ngemeng apa sih, ngapain ngajarin muridnya belajar mandi kurang dari 10 gayung, dikira kita kucing ga bisa mandi sendiri. Brilian, dari SD gw emang udah cukup jenius untuk men-judge ini ilmu paling tidak berguna yang pernah gue terima selama belajar di perguruan.

Anehnya, selama gue SMP, SMA, Kuliah, bahkan sampai sekarang, gue selalu keinget-inget memori ga berguna ini. Namun satu hal yang pasti, setelah 16 tahun berlalu, gue masih ga bisa nangkep apa maksud Ibu itu menjerumuskan murid-muridnya dengan ajaran "Mandi kurang dari 10 Gayung".

Somebody, please, let me know how to erase this useless memory. MIB maybe?

Sabtu, 18 Februari 2012

Dear Hayden

Jaman SMP dulu saya sempet tergila-gila sama aktor Kanada, Hayden Christensen, jauh sebelum dia dapat peran sebagai Anakin Skywalker yang melambungkan karirnya. Kenal pertama dari serial Higher Ground yang setia saya pantengin tiap Sabtu sore di SCTV. Buku diary saya penuh nama Hayden. Jadi ceritanya dulu saya suka banget menulis diary seolah-olah saya sedang curhat dengan Hayden. Entahlah kok saya bisa seaneh itu. hahaha.

Saya kangen Hayden siang ini. Dan tata yang berusia 14 tahun.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear Hayden,

Sudah lama aku tidak mengikuti kabarmu, aku sudah ga norak lagi sih. hahaha. it's been a long time ya. Meski pun dari dulu kamu cuma diem aja ga pernah nanya kabarku, aku tetep akan bercerita keadaanku terkini, as always. Banyak hal telah berubah, tapi sepertinya I still stay the same.

Aku sudah nggak berbagi kamar dengan adikku. Udah nggak perlu lagi naik ke gudang biar bisa curhat ke kamu tanpa diganggu. Aku punya kamar sendiri kini, dengan pintu coklat dan cat kuning pucat persis seperti kamar lamaku. Hanya saja kamar baru ini terpisah 512 km dari rumah.

Aah, aku jadi rindu rumah Hayden. Sekarang aku bangun sendiri, aku sudah nggak bisa lagi menggerutu padamu bagaimana ibuku membangunkan aku dengan menyebalkan. Atau bagaimana adikku selalu menyerobot kamar mandi tiap pagi. Aku ingin pulang bulan depan. Bagaimana denganmu? Kapan kamu mau balik ke Vancouver?

Hei Hayden,

Kamu masih ingat suatu malam aku nangis ke kamu saat pada final Piala Dunia Jerman kalah? Dan aku bilang padamu, aku kecewa pada sepak bola dan nggak mau nonton pertandingan bola lagi. Percayakah kamu, dalam 10 tahun ini aku benar-benar tak pernah menonton pertandingan bola dari awal sampai akhir. Hahaha.

Dan masihkah kamu ingat teman sekelasku dulu yang gendut dan nakal bernama Dedek? Aku sering menceritakan kenakalannya padamu. Percayakah kamu sekarang dia pacarku! hahahaha. I know how funny life could be.

There're more stories to share Hayden, but I have to go now. Aku benar2 kangen curhat sama kamu.