Rabu, 28 Desember 2011

Untitled



Desi Anwar once said that human has 3 fears.
Fear of death/pain.
Fear of failure.
Fear of rejection.

After read her words, I realized she was true. Absolute true.
We don't have to talk about the first fear beacuse I think everybody has a fear of death.

When I'm looking back my entire life, I see it as a monochorome journey. I did what other people think I shoul do. I know I could walk on my own path and try something new and different. If only I'm not too afraid of failing in life.

Then let me explain what fear of rejection is. I'm such an introvert girl. Deep inside my heart, i know i less sociable because im afraid of other's rejection. There are always gazillion "what if" when I try to get closer to someone. And my excuse is that I believe in natural chemistry and destiny. No, that's not how you make friend. You will have friends when you want and try to make ones.

-----

Last night I talked about these fears to a friend of mine. But instead of giving any solutions, she introduced me to two other fears: fear of loss and fear of lonelyness.
She quoted what Yoda ever said to young Anakin Skywalker, "The fear of loss is a path to the dark side." Well, in some point this quotes really nails me. But I think it's too personal to be shared in this blog. :D

And fear of lonelyness? Oh cmon, I know how hard you urban primitive had been struggled.

So, do you have any other fear?

-----

gambar dari sini

Kamis, 08 Desember 2011

The Sisterhood of The Travelling Headband


Dikisahkan di film The Sisterhood of The Travelling Pants, empat sahabat dengan ukuran tubuh dan sifat serta kisah hidup yang berlainan dipersatukan oleh celana jeans yang secara ajaib (dan sedikit mustahil) pas dikenakan oleh keempatnya. Hari demi hari dilewati bersama, dan seperti layaknya film remaja lain, kehidupan mereka diwarnai konflik2 labil.

Dibelahan bumi lain, ada juga empat gadis yang sudah hampir berumur seperempat abad tapi masih bertingkah seolah mereka remaja, sedang jalan-jalan labil di luar kota. Salah satu dari mereka dengan labilnya membeli sebuah headband berenda untuk anak-anak, dan langsung memakainya saat itu juga. Tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa headband tersebut membuat kepalanya pusing karena ukurannya kekecilan. Anehnya, ketiga temannya malah ikut mencoba headband kekecilan tersebut dan merasakan sendiri sensasi gatel dan peningnya.

dan inilah bukti kelabilan mereka:



sayang satu gadis sedang mengambil gambar ini sehingga tidak terekam.


Yang Tersisa dari Perjalanan ke Melaka


Salah satu highlight dari ceritanya backpacking ke Singapore dan Melaka kemaren adalah saat saya dan Dedek tersesat di Johor Bahru. Emang backpacking kurang lengkap tanpa kesasar, hahaha.

Long story short, abis naik bus dari Melaka di suatu siang yang mendung, kami tiba di Terminal Bus Larkin. Temen sekantor saya ada yang pernah ke Johor Bahru dari KL sebelumnya, dari dia saya dapat info kalau dari Larkin ke Terminal Ferry Stulang Laut bisa naik bus kota. Tapi agaknya saya salah tangkep. Kami muter-muter nyari bus yang dimaksud tidak jua kami temui. Nasi sudah menjadi bubur dan sayangnya kami ga punya suwiran ayam dan kecap manis.

Kami tanya ke calo tiket, dibilangnya naik taksi aja. Kami tanya Bapak berseragam keliatannya polisi, ternyata tukang parkir. Kami tanya mbak-mbak penjaga warung makan, disarankan naik taksi begitu melihat gaya kami yang sok tajir. Kami tanya ibu-ibu tukang sapu, ditunjukkin arah mushola. Errrr, emang nanya dimana mau sholat sih. Intinya semua orang yang kami tanya menyarankan untuk naik taksi aja dari Larkin ke Stulang Laut. Pas kita tanya ke tempat antri taksi, si petugas matok harga RM 30. Kita sih sebenernya punya duit segitu doang, tapi mana asik backpacker kok naik taksi. Terlalu mewah mudah untuk kami. Disamping kalau dipaksain kayaknya kami terancam ga bisa makan siang mengingat duit yang mepet. (Fiuh akhirnya ngaku juga kalau kantong tipis) hehehehe.

Kami mangap-mangap bentar di terminal, menyesali kenapa sebelum berangkat ga baca buku panduan dan browsing blog dengan seksama. Kini mau terkoneksi dengan internet pun mustahil, tak ada wi-fi dan pulsa kartu SIM perdana udah diabisin di jalan buat pamer ke orang rumah lagi di Malaysia. Tapi entah dari mana asalnya, saya masih percaya ada bus dari Larkin yang bisa mengantarkan kami ke Stulang laut.

Akhirnya, karena merasa ga punya duit, kami datengin bus paling buluk di terminal, berharap kondisi bus yang rombeng berbanding lurus dengan tarifnya. Begitu kamu masuk, saya hampir mau ketawa lihat supirnya: bapak-bapak Chinese dengan alis tebel mirip sinchan. Sumpah mirip sinchan. Tampangnya sangar dan tidak ramah, tapi ternyata Pak Sinchan ini baik sekali. Dia menjelaskan kalau tidak ada bus dari Larkin langsung ke Stulang laut, kami harus naik bus ke kota dulu lalu ganti bus nomor 123 jurusan ke pelabuhan. Fiuuhh, legaaa banget rasanya nemu titik cerah.

Eit tunggu dulu, kebaikan hati Pak Sinchan tak cuma sampai di situ. Setelah sampai di terminal kota, si bapak sampai turun bus dan nunjukin kami bus mana yang harus naikin, dia bilang ke driver bus nomor 123 ini kalau kami musafir yang tidak tau daerah sini jadi minta ditujukin dimana harus turun. Terharu deh. Kayaknya ucapan terima kasih kami tak cukup untuk membalas kebaikan budi Pak Sinchan. Ingin rasanya saya kasih coklat yang kami beli di Melaka, tapi saya pun ingin mencicipinya jadi saya urungkan niat mulia itu.

Keberuntungan kami belum berhenti, saat tanya ongkos di bus nomor 123, si driver nyebut RM 2, 60 sen. Sedikit gugup karena di belakang kami udah banyak yang ngantri, saya nyemplungin dua keping 20 sen duluan ke kotak amal uang. Dan ternyata, Jeng Jeng Jeng Jeng... Kami ga punya duit receh lagi. Hehe. Kami keluarin lembaran RM 10, tapi bapaknya bilang tidak usah bayar. Yes!! Allah menunjukkan kebesaranNya, tau aja orang ga punya duit.

Pesan Moral yang bisa dipetik:

Saya suka jalan-jalan ke Malaysiaaaa...

*salahfokus

Versi seriusnya, saya ngerasa bersyukur banget di negeri antah berantah masih ada orang baik yang nolongin kami. Kebaikan itu bahasa universal. Pulang dari liburan saya berjanji pada diri sendiri untuk lebih banyak berbuat kebajikan di muka bumi. Saya percaya kita menuai apa yang kita tanam.

Balik ke kantor, saya melihat pekerjaan sebagai sekretaris sebagai ladang untuk berbuat baik ke lebih banyak orang. Sayang hanya bertahan tiga hari.

Satu lagi,

Malaysia benar-benar tidak seburuk yang saya dengar. Saya dulu juga termasuk dalam golongan berpandangan sempit yang membenci Malaysia secara membabi buta. Tapi setelah ke sana, saya merasa kita seperti saudara. Saya lupa apa yang membuat kita saling menyerang. Dibanding Singapura, Malaysia a waaay warmer and homey.


gambar diambil dari sini

Selasa, 27 September 2011

Things have changed but we stay the same


Apa arti 10 tahun bagimu?
Aku pernah menanyakan hal ini pada beberapa teman dekatku tahun lalu. Err, tapi selalu lupa untuk mempostingnya di blog ini atau tumblr-ku. Biarlah udah telat setahun, aku masih tetap ingin membagi arti 10 tahun bagiku pada dunia.

Tepat bulan September setahun yang lalu, aku mengahadiri resepsi pernikahan Maya, sahabatku dari SMP. Di resepsi itu aku bertemu dengan banyak teman-teman SMPku. Aku juga bertemu dengan Hana Rovinka. Hana bukan tamu undangan, dia wedding singer di sana. Untuk ukuran kota keci seperti Bantul, tak banyak pilihan penyanyi dan organ tunggal, wajar banget ketemunya itu-itu lagi.

Segera setelah kami bersalaman dengan mempelai dan Hana menyelesaikan lagunya, Hana bergabung dengan rombongan teman-teman SMP ini. Tentu dia menjadi center of interest. Bagaimana tidak, diantara cerita susahnya skripsi dan mencari pekerjaan, Hana bertutur bahwa kini dia single parent. Suaminya entah kemana dan dia terus menyanyi untuk membiayai putrinya. Oh, we-o-we moment.

Sepuluh tahun yang lalu, Hana kurang lebih menjadi sorotan dan sedikit kontroversi di sekolahku. Dia penyanyi dangdut yang cukup terkenal saat masuk SMP 1 Bantul. Otomatis dia jadi buah bibir, tahu sendiri lah image penyanyi dangdut. Aku pun yang baru berumur 12 tahun saat itu termakan image ini. Setiap istirahat, aku dan teman sekelasku mengomentari dandanannya yang kelewat tebal untuk ukuran anak kelas 1 SMP, antingnya yang lebay, suaranya yang manja, apa pun yang ada di Hana terlihat salah dan berlebihan di mata kami. Bahkan sering kami menanggil nama aslinya (Hana Rovinka adalah nama panggung) saat dia lewat kelas kami, lalu lari masuk ruangan ketika dia sudah hampir sampai pintu. Kami jahat ya? Saat itu tentu aku tidak memikirkan bagaimana Hana menanggapi semua pandangan miring dan ejekan teman-teman. Aku tidak kenal secara pribadi dengan dia, yang aku tahu bahkan pada saat itu dia terlihat begitu dewasa dan seolah cuek menghadapi anak-anak lain.

Musim berganti, tahun berlalu. Aku tak tahu bagaimana kabar Hana selepas SMP. Hanya satu dua kali aku membaca artikel tentang karir artisnya di koran lokal. Ada juga kabar dia menikah saat aku SMA kalau aku tidak salah ingat. Aku tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Hingga aku bertemu dengan Hana di resepsi Maya.

Aneh ya, setelah 10 tahun, Hana udah punya anak, aku udah 4 tahun bergelut dengan ibu kota, temen-temen yang lain pun udah punya petualangannya masing-masing, namun masih saja Hana adalah point of interest dengan baju dan dandanan hebohnya, dan tentu cerita hidupnya yang dibawakan dengan sedikit kemayu. Teman yang dulu cerewet masih saja cerewet, yang dulu underdog di lingkup sosial teman SMP juga tak banyak berubah, aku pun begitu sama, masih menjadi gadis yang berdiri di luar lingkaran dan dari dekat mengamati mereka.

Jika ada yang berubah, maka hal itu adalah cara pandangku terhadap semuanya. Terhadap Hana terutama, karena pertama kali aku menyadari hal ini dari dia. Caraku melihat Hana sekarang begitu berbeda, dia masih terlihat berlebihan dalam berdandan, dia masih kenes, aku masih tak suka pada gayanya. Tapi satu hal, entah mengapa aku sadar aku dulu hanya memandangnya dari satu sisi. Hana berhak atas respect-ku yang dulu tak pernah kupikirkan. Dia hebat, lebih hebat dari kebanyakan anak yang mengejek dia sepuluh tahun yang lalu barang kali. Aku rasa tidak mudah menjadi seorang Hana Rovinka, menjadi seorang penyanyi dangdut dari SD, bertahan diantara pandangan miring orang-orang, menikah muda, hingga ditinggalkan suami dan harus bertahan dari satu panggung ke panggung lain demi anaknya. Pheew, how brave she is.

Butuh waktu 10 tahun bagiku untuk melepaskan kacamata kudaku. Sekedar mengamalkan kata-kata klise "janganlah memandang sesuatu dari satu sisi saja" ternyata susah ya. Overall, pertemuanku kembali dengan Hana membuatku sadar bahwa cara pandangku saat berusia 12 tahun begitu berbeda dengan diriku yang sekarang. Jadi bagiku 10 tahun berarti proses pendewasaan, lalu, apa arti 10 tahun bagimu?


gambar diambil dari sini

Selasa, 20 September 2011

10 Things That Make Me Happy Last Week

  1. Met my office mate after two week long holiday, still in lebaran atmosphere.
  2. Accepted to be SeaGames's Liason Officer. What a great opportunity, too bad I can't take it. :(
  3. It started raining in Jakarta. Raining season means there will be a lot of rainy nights and misty mornings. oh I can't wait them coming.
  4. Last Monday was the first day to campus after almost-two-month-holiday. Yippie,, 2 semesters left!!!
  5. It was always great to went to Bandung. And finnaly last week I explored that city beyond those row of FOs.
  6. Attended a wedding ceremony. :D. And good enough at handling those "kapan nyusul" annoying questions. hahahha.
  7. Choco Banana Brownies.
  8. Day train trip from Bandung to Jakarta. And had a heartwarming conversation with boyfy during the trip.
  9. A good friend of mine turned 23 last Friday. I created a handmade birthday card for her. Welcome to 23 club Gege! :D
  10. Girls night out with my kosan Tobing mate. We had dinner at Mbah Jingkrak Setia Budi and went to Alegro at Epicentrum for karaokeing. Luckily, we got 50% discount since it still soft opening. What a night.

Kamis, 15 September 2011

Kisah Voucher Gratisan

ehehe, sebenernya malu mau nulis di blog ini lagi. Tapi apa daya karena aku tidak terlalu mahir ngutak atik tumblr, akhirnya balik lagi kesini.

Jadi, ceritanya tak angin tak ada hujan temen kantorku, Mbak Kiky berbaik hati ngasih voucher Kenny Rogers Roasters senilai 50k hasil menang kuis di twitter. Tentu saja aku ga mau rugi melewatkan gratisan seperti ini begitu saja. Akhirnya aku berangkat ke Kenny Rogers Roasters di GI bersama dua anggota geng maksi yang doyan makan, Affan dan Mbak Disqa.

Perjalanan menuju GI sungguh penuh drama. Kita tidak naik taksi karena Mbak Disqa baru saja jadi mahasiswa. Tahu kan korelasinya? Dimana2 mahasiswa naiknya busway! Alhasil karena kita ga ada yang hapal jalur busway, selama satu jam kita cuma muter2 lapangan banteng dengan jalur Budi Utomo - Central Senen - Juanda - Harmoni dimana dari busway kami masih bisa melihat puncak gedung Juanda berputar2 sambil tertawa sinis. Sampe di Harmoni jam 6 kurang 10 dan melihat tumpukan manusia yang luar biasa, akhirnya kami memutuskan untuk menyerah naik taksi aja. hehehe

Wonton. 25k (kalau ga salah)


Arabian Chicken Meal: ayam saus arab+nasi kuning+dishes+muffin. 50k


Quarter chicken+baked beans+spagetti bolognaise. 50k


Quarter chicken+garden salad+spagetti bolognaise. 50k


minuman2 kami: hawaian blue or something, jus sirsak, jus kiwi. masing2 lebih dari 20k.

Overall, Kenny Rogers Roaster's ini bukan resto untuk pegawai kelas menengah ke bawah seperti kami. Muahal bok. Aku pesen satu porsi menu ayam bumbu arab special ramadhan 50k. Mbak Dis dan Affan mesen paket ayam+dishes+spagetti kira2 harganya juga segitu. Minuman dibanderol 20k keatas. Belum lagi karena laper mata kami pesen wonton dan bawa pulang home-made muffinnya. Salahkan fotografer makanannya yang jago banget bikin kita ngiler, padahal rasa ayamnya sih standar banget (overvalued malah menurutku) kecuali muffinnya emang bener patut dapet jempol.

Alhasil, dengan voucher 50k, kita menghabiskan total 350k malem itu. Hahaha, tombok deh, tapi gapapa, seneng kok! Tararengkyu mbak kiky :)